Sabtu, 26 November 2011

PERJANJIAN PRA-NIKAH SESUATU HAL YANG MESTI HARUS DILAKUKAN

Agar suatu hari nanti tidak menjadi alasan untuk berantem. Juga terhindari dari perselingkuhan dan poligami.
Membangun rumah tangga harmonis (sakinah, mawadah, warohmah) membutuhkan usaha dari pasangan menikah, suami dan istri. Konflik rumah tangga bisa terjadi pada setiap pasangan suami istri, termasuk perselingkuhan atau poligami. Namun, bukan berarti masalah ini tak bisa diantisipasi. Prinsip utamanya adalah mengenal baik pasangan sebelum menikah. Membuat penjanjian untuk saling setia dan tidak saling menyakiti dalam akad pernikahan juga bisa menjadi pilihan untuk mengantisipasi perselingkuhan juga poligami.

Ninik Aziz Ggp penyuluh KB dan Penggerak Perempuan, menjelaskan bahwa sebelum memasuki komitmen perkawinan, sebaiknya lebih dulu mengenali dan mengetahui dengan baik siapa calon suami atau istri, mengenal watak pasangan hingga pandangan hidupnya. Pengenalan pribadi pasangan secara mendalam penting dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki setelah menikah.

"Sebelum akad nikah, perlu ada perjanjian mengenai apa yang tidak dikehendaki atau tidak dikehendaki pasangan. Hal itu tertulis di dalam perjanjian tersebut dan disampaikan saat akad pernikahan," ungkap nya.
"Perjanjian pranikah tersebut, yang dibuat oleh pihak perempuan, berisi apa yang tidak kehendaki oleh calon istri," kata Ninik Ia mencontohkan, perjanjian misalnya berisi istri tidak menghendaki dipoligami, istri diberikan keleluasaan untuk bekerja di luar rumah untuk akses ekonomi, dan melanjutkan kuliah lagi.

"Apa yang dikehendaki perempuan sebagai istri di perjanjian tersebut harus dituliskan, dan disampaikan pada saat akad nikah supaya disaksikan oleh banyak orang," ucapnya.

Perjanjian pranikah ini dimaksudkan dalam konteks melindungi perempuan dari berbagai masalah rumah tangga, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (dengan kondisi perempuan kerap menjadi korban kekerasan).

Husein Muhammad, Komisioner Komnas Perempuan, menambahkan, sebanyak 95 persen kekerasan terjadi di dalam rumah dan pelakunya adalah suami. Kekerasan mengambil berbagai bentuk fisik, psikis, serta penelantaran ekonomi dan seksual. "Poligami adalah bentuk nyata dari kekuasaan (ideologi patriarki) sekaligus kekerasan laki-laki atau suami atas perempuan atau istri," tambahnya.
Husein menjelaskan, ideologi dan budaya patriarki memberikan laki-laki hak mendefinisikan, memutuskan, dan menguasai segala ruang, baik domestik maupun publik. Sementara itu, perempuan didefinisikan, diatur, dan dikuasai. (baca laki-laki possessive)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar